Muara Enim, Jurnalekspres.com.--- Masyarakat adat Semende pasca peristiwa kembali diterkamnya warga desa Kota Agung Kecamatan Semende Darat Tengah (SDT), mengaku tidak puas dengan kinerja Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang dinilai tidak begitu efektif karena aktifitas Harimau masih dirasakan sebagai ancaman sehingga tidak berhasil memberikan ketenangan kepada masyarakat.
Salah seorang Tokoh Masyarakat Semende, Kurung saat dimintai komentarnya mengungkapkan, baik secara pribadi maupun mewakili masyarakat Semende, dirinya kecewa dengan kinerja Pemerintah dalam hal ini BKSDA sebagai Pemerintah Kabupaten maupun Kepala desa (Kades) sebagai Pemerintah desa.
"Sejak teror dan ancaman Raja Rimba beberapa bulan lalu menghantui bahkan telah merenggut nyawa masyarakat, tindakan Pemerintah melalui lembaga-lembaga terkait tidak mampu memberikan rasa aman kepada masyarakat, Pemerintah hanya bisa memberikan himbauan dan himbauan,"ungkapnya.
Kurung menceritakan, setelah peristiwa tewasnya warga Dusun Talang Tinggi
Kecamatan Semende Darat Laut (SDL) akhir tahun lalu, selain memberikan himbauan tindakan dari pihak BKSDA dan Pemerintah setempat hanya sebatas mendatangi lokasi dan mengidentifikasi jejak telapak diduga Harimau.
"Terlebih lagi himbauan untuk mengurangi aktivitas di hutan dan sekitarnya yang dikeluarkan Pemerintah tidak memiliki kepastian batas waktu sedangkan kehidupan masyarakat desa bergantung dengan hasil pertanian yang berlokasi di sekitar hutan belantara, jika ancaman teror harimau tidak segera diatasi tentunya masyarakat akan kelaparan karena tidak ada mata pencaharian lain," ceritanya.
Hal senada juga disampaikan warga desa Palak Tanah, Alfi Indrajaya mengungkapkan, dampak teror si raja rimba antara lain terbengkalainya lahan perkebunan masyarakat dan ancaman gagal panen karena petani takut turun ke lahan pertanian mengurus sawah dan ladang, padahal itu satu-satunya sumber penghidupan untuk menunjang ekonomi masyarakat.
"Apakah teror dan ancaman ini akan terus di biarkan menghantui dan meresahkan masyarakat tanpa ada penyelesaian yang serius karena identifikasi dengan pengukuran jejak kaki Harimau tidak akan menyelesaikan masalah, masyarakat butuh tindakan nyata," ungkapnya.
Selain itu, menurut Kepala seksi Konservasi Wilayah II Lahat, Martalis mengatakan, penanganan ancaman harimau tidak hanya dilakukan sebatas identifikasi jejak saja tetapi juga pemasangan kandang jejak atau bix trap di tempat-tempat yang diduga kuat sebagai lokasi aktivitas satwa liar tersebut.
"Selain itu pemantauan dan aktifitas harimau dilakukan dengan kamera trap yang dipasang di setiap titik temu dan jejak baru, setidaknya hingga sampai saat ini sudah terpasang lebih dari 20 kamera trap dan 3 kandang jebak di titik-titik rawan aktifitas harimau," katanya. (Hijas/Novlis H)
0 Komentar